KATA
PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah
ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Sidoarjo, 17 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR
ISI
Contents
BAB
I
PENDAHULUAN
Negara Jepang adalah negara yang maju dalam industri. Dalam kemajuannya
masyarakat Jepang tidak melupakan kebudayaannya. Kebudayaan Jepang
sangat dipengaruhi oleh letak geografis negaranya. Masyarakat Jepang tetap memelihara kebudayaanya, walaupun Jepang
adalah negara yang maju. Dengan mempertahankan kebudayaanya lebih dikenal sebagai bangsa yang berbudaya tinggi oleh bangsa lain. Salah satu kebudayaan Jepang yang terkenal
adalah matsuri. Matsuri bila diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia mempunyai arti festival (Kodansha Encyclopedia of Japan 5), festival dalam bahasa Indonesia berarti
pesta besar atau sebuah acara meriah yang diadakan dalam memperingati sesuatu. Dalam
kebudayan Jepang matsuri merupakan suatu hal yang penting. Matsuri adalah sebagai “ Nihonjin
Rashia “ atau “ kekhasan orang Jepang “. Kekhasan orang Jepang ini selalu
mendampingi kehidupan
orang Jepang, oleh karena itu untuk memahami kebudayaan Jepang, faktor matsuri tidak bisa diabaikan begitu
saja ( Yanagita, 1980). Menurut The Kodansha Billingual Encylopedia of Japan ( 1998:57),
matsuri adalah festival suci yang berhubungan dengan penanaman padi dan kesejahteraan spiritual penduduk setempat. Festival ini diambil dari upacara Shinto kuno yang bertujuan untuk mendamaikan hati para dewa dan roh orang mati, serta menjamin kesuburan pertanian mereka. Beberapa upacara Shinto tergabung bersama dengan upacara-upacara dari Cina, seperti
Buddha.
Matsuri mengandung
dua makna、makna yang pertama yaitu untuk mendoakan
arwah para leluhur
yang telah meninggal dunia
dengan melakukan berbagai persembahan atau upacara, dan makna kedua mengacu pada suatu perayaan oleh kelompok masyarakat yang
bertujuan untuk memperingati atau merayakan rasa syukur pada dewa atas dilimpahkannya kemakmuran
dan keselamatan.
Dalam ajaran Shinto,
arwah-arwah orang
yang
sudah
meninggal harus dibersikan dengan matsuri. Shinto adalah suatau kepercayaan yang berada di Jepang sebelum
masuknya agama Budha. Shinto dalam
tulisan Cina terdiri dari dua kata yaitu 神(shen) yang berarti dewa dan 道(tao) yang berarti jalan, jadi Shinto diartikan
jalan dewa.
Jepang memiliki bermacam-macam matsuri, seperti Hina Matsuri, Koi no Bori,
Tanabata dan
Gion
Matsuri. Salah satu matsuri yang terkenal
adalah Gion matsuri, yang dilaksanakan di Kyoto dan telah dilaksanakan sejak tahun 869 karena pada saat itu
Jepang sedang terserang wabah penyakit.
Festival tersebut masuk dalam tiga
yang terbesar di Jepang dan di antaranya Kanda Matsuri di Tokyo dan Tenji Matsuri di Osaka. Dahulu kala Gion disebut dengan
Giononryoue mempunyai arti acara penggantaran
roh-roh orang yang sudah meninggal (Saireigyouji, Kyoto1978, 33). Giononryoue berubah nama menjadi
Gion Matsuri karena
Matsuri
ini di laksanakan untuk menghormati
Susano O mikoto atau dengan nama lain Gion.
A. Festival apa saja yang ada di jepang?
B. Bagaimana keterkaitan festival dengan hal lain?
C. Bagaimana festival yang diterapkan di Jepang
BAB
II
PEMBAHASAN
Matsuri
menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk Kami,
berasal dari kata ‘matsuru’ (menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap
Kami atau ritual yang terkait. Menurut Sonoda Minoru, matsuri adalah bentuk
noun verb matsuru atau matsurau, kata yang berarti “to serve one’s superior
with respect’. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri,
yaitu penyucian, persembahan, pembacaan doa, dan pesta makan. Matsuri yang
paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di
depan Amano Iwato.
Kata
“matsuri” juga berarti festival dan aksara kanji untuk matsuri (祭,
matsuri) dapat dibaca sebagai ‘sai’, sehingga dikenal istilah seperti Eiga-sai
(festival film), Sangyō-sai (festival hasil panen), Ongaku-sai (festival musik)
dan Daigaku-sai (festival yang diadakan oleh universitas). Sehingga secara umum
diartikan sebagai festival, perayaan, atau hari libur perayaan. Sesuai dengan
perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud
yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan
dilangsungkannya matsuri, atau hanya sebagai wacana dan tanpa makna religius.
Sebagian
besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan
tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung),
kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit,
keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil
dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan
tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh
terkenal.
Makna
upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai
dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud
yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Namun nilai-nilai yang terkandung dalam tiap matsuri dapat kita rangkum menjadi
dua inti.
Pertama,
dari sisi religius yaitu matsuri merupakan dinamika keagaamaan atau hubungan
manusia dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya atau dewa-dewa, roh
leluhur, dan kekuatan mistis tertentu. Kedua, matsuri merupakan alat penyatu
masyarakat sebagai kelompok sosial ditengah-tengah kehidupan masyarakat Jepang.
Beberapa
sumber tulisan menyatakan perayaan yang ada di Jepang saat ini berasal dari
perayaan-perayaan di Nepal. Penyebaran agama Budha dari Nepal, lalu ke China,
hingga ke Jepang menjadi benang merah dalam sejarah beberapa perayaan di Jepang.
Beberapa festival telah mengalami perubahan besar karena dipengaruhi
adat-istiadat setempat. Beberapa yang berbeda sangat jauh dari perayaan
aslinya, meski tetap dinamakan dan dilaksanakan pada waktu yang sama. Contoh
perayaan yang sama seperti di Jepang saat ini yaitu ‘Machendra Jatra’ dan
‘Indra Jatra’. Namun dalam hal ini, penulis belum menemukan beberapa referensi
yang lebih rinci membahas pendapat ini disebabkan kurangnya pembahasan atau
penelitian yang dilakukan terkait penyebaran budaya dari Nepal ke Jepang.
Ganjitsu merupakan hari pertama tahun baru, sedangkan
pagi pertama tahun baru disebut gantan. Ganjitsu merupakan perayaan menyanbu
‘Kami’ atau jiwa baru. Masyarakat Jepang percaya apabila kita menyambut kami
maka nasib buruk akan datang pada kita. Perayaan tahun baru ini sama saja
dengan di Negara lain namun, perbedaannya tahun baru di Jepang berlangsung dari
tanggal 1 hingga 3 Januari. Di Jepang 3 hari pertama tahun baru disebut dengan
shōgatsu, biasanya para karyawan akan melakukan cuti bersama namun, masyarakat
Jepang selama 3 hari akan melakukan tradisi mengunjungi kuil – kuil
Shinto (hatsumōde), mengunjungi kerabat
dengan menggunakan kimono, serta menikmati sake. Pada perayaan tahun baru ini
ada makanan khas yang dapat dinikmati hingga batas waktu yang lama yang disebut
dengan osechi ryouri. Pada malam tahun baru masyarakat Jepang
memiliki tradisi untuk makan soba (tashikoshi soba). Lalu
menjelang pergantian tahun genta yang terdapat di kuil akan dipukul tradisi ini
disebut dengan joya no kane, genta akan dipukul sebanyak 108
kali hal ini dilakukan untuk menghalau 108 jenis nafsu jahat yang dapat meengganggu
kehidupan kita. Osechi terdiri dari Sup zōni dari kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran. Osechi ini biasanya sudah
dimasak beberapaa hari sebelum perayaan tahun baru ini tiba, osechi diatur di
dalam kotak yang bersusun yang terbuat dari kayu yang disebut dengan jūbako.Osechi
dapat dipesan di swalayan – swalayan. Lauk yang terdapat di osechi biasanya
lauk yang manis dan asin. Pada perayaan tahun baru ini ibu rumah tangga akan
libur memasak sehingga osechi sangat membantu mengurangi kesibukan ibu. Ikan
yang dimasak untuk osechi berbeda – beda menurut daerahnya. Di Jepang bagian
timur digunakan ikan salem sedangkan di Jepang
bagian barat digunakan ikan sunglir (buri). Beberapa daerah juga memiliki
masakan khas yang tidak bisa dinikmati di tempat lain. Daerah Kansai memiliki masakan khas berupa
ikan cod kering (bōdara)
yang dimasak dengan gula pasir dan shōyu. Selain itu dalam rangka
menyambuttahun baru di Jepang terdapat tradisi menumbuk mochi ( mochitsuki ). Ketan akan dimasukkan ke dalam
lesung yang akan ditumbuk dengan alu. Menumbuk mochi ini dilakukan oleh dua
orang yang mana satu orang bertugas untuk menumbuk, dan yang satu bertugas
membolak – balikan ketan dengan tangan yang sudah dibasahi. Mochi ini dapat
digunakan sebagai pengganti nasi, sealin itu dapat digunakan sebagai hiasan
tahun baru yang disebut kagami mochi.
Pada perayaan tahun baru layaknya perayaan tahun baru di setiap negara, di Jepang juga terdapat tradisi saling berkiriman kartu pos nengajō, yang akan tiba tepat pada tanggal 1 Januari. Namun, sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim kartu pos tahun baru. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru. Kartu ucapan tahun baru ini setiap tahun pasti memiliki design yang berbeda – beda dari tahun lalu. Selain berkirim kartu ucapan di Jepang setiap paerayaan tahun baru identik dengan pemberian angpao ( otoshidama ). Sejumlah uang akan dimasukkan ke dalam amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Pada perayaan tahun baru tiap rumah di Jepang akan memajang hiasan athun baru yang disebut dengan kadomatsu. Kadomatsu adalah rangkaian cabang pohon pinus yang digunakan untuk menghiasi gerbang rumah selama perayaan tahun baru, Rangkaian tersebut juga terdiri dari cabang bambu dan cabang pohon plum. Pohon pinus, bambu, dan plum dianggap sebagai symbol dari keberuntungan yang disebut sho-chiku-bai. Pohon pinus Yang Selalu hijau dianggap sebagai simbol Hidup Yang Panjang. Pohon bambu yang tumbuh meruncing ke atas menyimbulkan suatu kekuatan dan kesabaran. Pohon plum bisa berkembang walaupun pada cuaca yang dingin. Pohon ini digunakan untuk kadomatsu yang melambangkan hidup yang panjang dan kemakmuran. Orang-orang mulai untuk menghiasai rumahnya dengan kadomatsu sekitar tanggal 28 Desember setelah itu hiasan akan diambil tanggal 7 Januari. Waktu penyimpanan kembali tergantung pada daerah masing-masing. Biasanya kadomatsu dipasang secara simetris di bagian depan rumah dengan bendera Jepang. Beberapa tahun belakangan ini banyak keluarga yang tidak lagi menghiasi rumahnya dengan kadomatsu pada perayaan tahun baru. Bagi sebagian orang, tahun baru belum berakhir sampai tanggal 20 Januari yang disebut hatsuka shōgatsu yaitu tahun baru tanggal 20, saat semua hiasan tahun baru sudah harus disimpan. Di daerah Kansai, Hatsuka shōgatsu dikenal sebagai honeshōgatsu yaitu tahun baru tulang karena biasanya pada hari tersebut, ikan masakan tahun baru sudah habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.
Pada perayaan tahun baru layaknya perayaan tahun baru di setiap negara, di Jepang juga terdapat tradisi saling berkiriman kartu pos nengajō, yang akan tiba tepat pada tanggal 1 Januari. Namun, sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim kartu pos tahun baru. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru. Kartu ucapan tahun baru ini setiap tahun pasti memiliki design yang berbeda – beda dari tahun lalu. Selain berkirim kartu ucapan di Jepang setiap paerayaan tahun baru identik dengan pemberian angpao ( otoshidama ). Sejumlah uang akan dimasukkan ke dalam amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Pada perayaan tahun baru tiap rumah di Jepang akan memajang hiasan athun baru yang disebut dengan kadomatsu. Kadomatsu adalah rangkaian cabang pohon pinus yang digunakan untuk menghiasi gerbang rumah selama perayaan tahun baru, Rangkaian tersebut juga terdiri dari cabang bambu dan cabang pohon plum. Pohon pinus, bambu, dan plum dianggap sebagai symbol dari keberuntungan yang disebut sho-chiku-bai. Pohon pinus Yang Selalu hijau dianggap sebagai simbol Hidup Yang Panjang. Pohon bambu yang tumbuh meruncing ke atas menyimbulkan suatu kekuatan dan kesabaran. Pohon plum bisa berkembang walaupun pada cuaca yang dingin. Pohon ini digunakan untuk kadomatsu yang melambangkan hidup yang panjang dan kemakmuran. Orang-orang mulai untuk menghiasai rumahnya dengan kadomatsu sekitar tanggal 28 Desember setelah itu hiasan akan diambil tanggal 7 Januari. Waktu penyimpanan kembali tergantung pada daerah masing-masing. Biasanya kadomatsu dipasang secara simetris di bagian depan rumah dengan bendera Jepang. Beberapa tahun belakangan ini banyak keluarga yang tidak lagi menghiasi rumahnya dengan kadomatsu pada perayaan tahun baru. Bagi sebagian orang, tahun baru belum berakhir sampai tanggal 20 Januari yang disebut hatsuka shōgatsu yaitu tahun baru tanggal 20, saat semua hiasan tahun baru sudah harus disimpan. Di daerah Kansai, Hatsuka shōgatsu dikenal sebagai honeshōgatsu yaitu tahun baru tulang karena biasanya pada hari tersebut, ikan masakan tahun baru sudah habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.
Setsubun adalah tradisi yang dilaksanakan sehari sebelum
pergantian musim di Jepang. Sesungguhnya setsubun dirayakan setiap pergantian
musim, tetapi mulai dari zaman Edo hingga sekarang, setsubun hanya dirayakan
untuk pergantian musim dari musim dingin ke musim semi. Jadi dapat dikatakan
setsubun adalah tradisi sehari sebelum hari pertama musim semi. Tetapi setsubun
ini bukan merupakan hari libur atau tanggal merah, orang tetap bekerja seperti
biasa. Pada tahun ini setsubun dirayakan pada tanggal 3 February.
Pada hari setsubun ini, orang Jepang melakukan tradisi mengusir setan dari
rumah dan membawa keberuntungan ke dalam rumah.
Tradisi ini biasanya seorang laki-laki berperan sebagai setan
dengan menggunakan topeng setan dan orang yang ada di rumah melemparkan kacang
kedelai ke pemeran setan tersebut. Sambil melempar kacang orang tersebut
mengucapkan “Oni wa soto,
Fuku wa uchi” yang artinya “Setan
ke luar, keberuntungan ke dalam” hingga pemeran setan tersebut
keluar dari rumah. Pada tradisi ini, karena musim semi di identikan dengan
tahun baru, orang Jepang mengharapkan keberuntungan akan datang pada musim semi
ini.
Pada zaman sekarang jarang terlihat
orang melakukan ritual tersebut, dikarenakan orang sibuk bekerja dan tidak
memiliki waktu luang untuk melakukannya, mungkin juga karena hari setsubun ini
bukanlah tanggal merah jadi orang tetap bekerja seperti biasa. Tetapi di kuil
setiap tahun selalu melakukan ritual tersebut, jadi budaya setsubun ini tetap
terjaga dan tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat Jepang.
Selain tradisi
mengusir setan tersebut, juga ada tradisi makan sushi “ehoumaki“, arti
dari “ehoumaki” itu sendiri adalah “gulungan keberuntungan”. Ehoumaki adalah
jenis sushi makizushi (sushi yang di gulung dengan rumput laut) panjang yang
tanpa dipotong-potong menjadi kecil. Sesungguhnya ehoumaki ini adalah tradisi
yang berasal dari Osaka yang bermula pada akhir zaman Edo hingga tradisi ini
meluas dan menjadi bagian tradisi setsubun di seluruh Jepang hingga sekarang.
Ehoumaki ini berisi 7 macam bahan sushi yang dianggap membawa keberuntungan.
Saat makan ehoumaki, harus menghadap ke arah mata angin yang sudah ditentukan
setiap tahun nya, dan tidak boleh berbicara hingga satu gulung itu habis di
makan.
Karena tradisi
makan ehoumaki ini mudah dilakukan, masih banyak orang yang melakukannya. Untuk
menghindari kehabisan ehoumaki, sebulan sebelum setsubun, ehoumaki ini dapat di
pesan di supermarket maupun di minimarket, dan pada hari setsubun sudah dapat
diterima.
Pada hari
setsubun ini, saya mencoba ehoumaki, saya membeli nya di minimarket dekat rumah
saya. Rasa ehoumaki ini sama seperti jenis sushi makizushi tetapi
karena tidak di potong jadi terlihat lebih besar.
Tenjin Matsuri diadakan di Osaka, dan dipusatkan di Kuil Tenmangu di
kawasan Tenma Osaka, Osaka.Festival yang sudah
diselenggarakan selama hampir 1000 tahun ini diselenggarakan untuk mengenang
Sugawara-no-Michizane. Selama festival ini berlangsung, jalanan kota Osaka
berubah menjadi parade dengan puluhan ribu orang yang menari dan memainkan
boneka tradisional.
Festival ini dimulai dengan upacara di
dalam kuil Tenmangu pagi hari, lalu para pendeta akan melemparkan pedang suci
ke sungai dari atas jembatan. Selanjutnya, parade akan dimulai dengan beberapa
orang yang membawa mikoshi (kuil berukuran mini) yang dipercaya menjadi
kediaman Kami/ roh leluhur. Parade akan berkeliling kota bersama dengan
penduduk kota yang menari bersama-sama. Sore harinya, mikoshi akan dibawa
kembali lagi ke kuil.
Hari kedua festival dimulai jelang sore
hari. Mikoshi akan dibawa berkeliling kota kembali melalui jalan Kota Osaka, lengkap dengan para penari dan musik-musik tradisional.
Setelah berkeliling di jalanan kota, kemudian parade dilanjutkan di di Sungai
Okawa menjelang malam. Teman-teman bisa ikut naik perahu atau tetap mengiringi
dari pinggir sungai. Sekitar pukul 9 malam parade selesai yang ditandai dengan
acara kembang api yang megah.
Pada zaman kuno, perayaan setsubun adalah perayaan
tahunan di istana kaisar. Menurut buku Engishiki, berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi
warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka
yang dibuat berbentuk seperti anak-anak dan sapi.
Tradisi mengusir Oni di hari setsubun konon berakar dari upacara Tsuina yang dikenal
sejak zaman Heian. Upacara Tsuina berasal dari daratan
Tiongkok dan dilakukan pada hari terakhir dalam setahun menurut kalender Tionghoa.
Di zaman modern, berbagai tradisi kuno setsubun lenyap
digantikan tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sardin yang
ditusuk dengan ranting pohon hiiragi di pintu masuk rumah pada saat
senja di hari setsubun. Di beberapa daerah di Jepang, orang menggantung kepala
ikan sardin dan ranting pohon hiiragi di
atas pintu rumah. Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni yang dipercaya lahir pada
hari setsubun.
Kacang yang sudah disangrai matang
dilempar-lemparkan ke arah pemeran "oni". Tradisi melempar kacang merupakan
perlambang keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Oni
korban lemparan kacang dipercaya akan lari karena kesakitan. Orang juga memakan
kacang kedelai dalam jumlah yang sama dengan usia orang tersebut.
Tradisi setsubun adalah perpaduan upacara
mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari tradisi Tiongkok dan
upacara Mamemaki (melempar
kacang) yang memiliki tujuan mirip-mirip di kuil agama Buddha dan Shinto.
Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kedelai, tetapi sering diganti dengan kacang tanah.
Kacang dilempar-lemparkan sambil
mengucapkan mantera "Oni wa soto, fuku wa uchi" (Oni
ke luar, keberuntungan ke dalam). Di beberapa daerah yang memiliki kuil
yang dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi "Oni wa uchi, fuku wa soto (Oni
ke dalam, keberuntungan ke luar)," atau kedua-duanya diminta masuk ke
dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan
aksara kanji "Oni" seperti
"Onizuka" atau "Kitō," mantera juga tidak mengusir
"Oni" ke luar.
Beberapa pekan menjelang hari
setsubun, toko-toko
swalayan mulai
menjual kacang keberuntungan (fukumame)
di tempat strategis yang mudah dilihat pembeli. Kacang dijual dengan bonus
topeng bergambar Oni untuk dipakai bapak/ibu atau anggota keluarga yang
berperan sebagai oni, sekaligus sasaran lemparan kacang anak-anak di rumah.
Di sekolah-sekolah dasar, upacara melempar
kacang dilakukan murid berusia 12 tahun. Anak-anak yang berusia 12 tahun
memiliki shio yang sama dengan shio untuk tahun itu. Kuil
agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar
mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal.
Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai
untuk ditangkap atau dipungut.
Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa setsubun merupakan perayaan yang dilakukan untuk
mengusir roh jahat. Nah untuk mengusir roh jahat ini, dilakukan ritual mamemaki,
yaitu kegiatan melempar kacang kedelai yang sudah dibakar/dipanggang ke luar
pintu rumah dan juga keanggota keluarga yang yang berperan sebagai oni (setan), sambil mengatakan: Oni
wa soto! Fuku wa uchi! yang artinya “Kesialan pergi, keberuntungan
datang!” dan kemudian menutup pintu dengan keras. Peran oni ini
dilakukan dengan menggunakan topeng dan pakaian yang menyerupai roh jahat.
Biasanya dilakukan oleh toshiotoko yaitu sang kepala rumah
tangga atau laki-laki yang shio-nya sama dengan tahun baru kalender China.
Setelah kegiatan melempar kacang ke arah oni, kacang
tersebut diambil kembali kemudian setiap anggota keluarga memakannya sesuai
dengan jumlah umur masing-masing. Hal ini dipercaya dapat membawa
keberuntungan. Setelah selesai melakukan mamemaki, kebanyakan orang jepang pergi
mengunjungi kuil untuk sekedar berdoa.
Perayaan setsubun ini dilakukan di seluruh penjuru Jepang. Selain di
rumah, perayaan setsubun juga dilakukan di kuil-kuil dan diikuti oleh banyak
orang. Ada juga anak-anak sekolah yang merayakannya di sekolah, dan beberapa
sekolah juga mengundang orang tuanya untuk ikit serta merayakannya di sekolah.
Musim Semi
menandakan sebuah awal baru tahun dan merupakan session yang penting bagi
Jepang yang berorientasi budaya pertanian. Arti Jepang Setsubun berarti
“pergantian musim" dan bahwa tanggal 3 Februari setiap tahun adalah hari
pertama musim semi (Risshun) dalam kalender lunar. Bagi banyak keluarga saat
ini, terutama ada dua cara merayakan Setsubun; menyantap Eho-Maki
(Sejenis Sushi Roll) dan mempraktekan Mame-Maki.
Berasal di daerah Kansai, Eho-Maki adalah
sushi roll besar yang penuh dengan 7 bahan yang mewakili "7 Dewa
Beruntung" dalam budaya Jepang. 7 bahan biasanya termasuk telur, belut,
jamur shiitake, mentimun, benang daging, wortel dan kanpyo (labu kering).
Beberapa bahan mungkin berubah tergantung di mana kamu membelinya dan
preferensi pribadi. Kamu dapat membeli Eho-Maki di banyak tempat dan bahkan
dari toko kombini Sekarang kamu sudah punya Eho-maki, bagaimana cara
memakannya? Cara yang tepat untuk makan Eho-maki agak sulit. Pertama, kamu
perlu mencari arah terbaik tahun ini dan untuk tahun 2017, itu adalah NNW
(North North West/ Utara Barat Laut). Mudah menemukan arah dengan menggunakan
kompas dan kamu bisa menyantap Eho-Maki dengan menghadap arah tersebut. Kedua,
kamu perlu makan sushi roll tersebut ranpa dipotong karena Eho-Maki
melambangkan keberuntungan dan memotong dengan pisau berarti memotong
keberuntungan dan sambal kamu makan, kamu perlu untuk tetap diam sampai kamu
menyelesaikan seluruh sushi roll. Untuk anak-anak atau orang-orang yang tidak
memiliki selera makan yang besar sepertinya susah untuk menyelesaikan seluruh
sushi roll tersebut, Hoso-Maki (sushi roll tipis) bisa menjadi alternatif.
Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan
keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang,
jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap
penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah
berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk
merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah
tokoh terkenal.
Festival di Jepang sangat banyak dan
sangat menarik. Tetapi banyak yang tidak bisa melakukan festival tersebut
karena terhalang oleh pekerjaan atau kesibukan lainnya. Saran saya agar
masyarakat bisa memanage waktu agar festival tidak luntur.
MAKALAH FESTIVAL DI JEPANG
Reviewed by hardware di satu pc
on
Januari 30, 2019
Rating:
Tidak ada komentar: