MAKALAH FESTIVAL DI JEPANG


KATA PENGANTAR


     Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
     Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
     Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
     Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.








Sidoarjo, 17 Oktober 2018





Penulis

DAFTAR ISI

Contents


























BAB I

PENDAHULUAN

     Negara Jepang adalah negara yang maju dalam industri. Dalam kemajuannya masyarakat Jepang tidak melupakan kebudayaannya. Kebudayaan Jepang sangat dipengaruhi oleh letak geografis negaranya. Masyarakat Jepang tetap memelihara kebudayaanya, walaupun Jepang adalah negara yang maju. Dengan mempertahankan kebudayaanya lebih dikenal sebagai bangsa yang berbudaya tinggi oleh bangsa lain. Salah satu kebudayaan Jepang yang terkenal adalah matsuri. Matsuri bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti festival (Kodansha Encyclopedia of Japan 5), festival dalam bahasa Indonesia berarti pesta besar atau sebuah acara meriah yang diadakan dalam memperingati sesuatu. Dalam kebudayan Jepang matsuri merupakan suatu hal yang penting. Matsuri adalah sebagai “ Nihonjin Rashia atau kekhasan orang Jepang “. Kekhasan orang Jepang ini selalu mendampingi kehidupan orang Jepang, oleh karena itu untuk memahami kebudayaan Jepang, faktor matsuri tidak bisa diabaikan begitu saja ( Yanagita, 1980). Menurut The Kodansha Billingual Encylopedia of Japan ( 1998:57), matsuri adalah festival suci yang berhubungan dengan penanaman padi dan kesejahteraan spiritual penduduk setempat. Festival ini diambil dari upacara Shinto kuno yang bertujuan untuk mendamaikan hati para dewa dan roh orang mati, serta menjamin kesuburan pertanian mereka. Beberapa upacara Shinto tergabung bersama dengan upacara-upacara dari Cina, seperti Buddha.
     Matsuri mengandung dua maknamakna yang pertama yaitu untuk mendoakan arwah   para   leluhur   yang   telah   meninggal   dunia   dengan   melakukan   berbagai persembahan atau upacara, dan makna kedua mengacu pada suatu perayaan oleh kelompok masyarakat yang bertujuan untuk memperingati atau merayakan rasa syukur pada dewa atas dilimpahkannya kemakmuran dan keselamatan.
     Dalam  ajaran   Shinto,   arwah-arwah   orang   yang   sudah   meninggal   harus dibersikan dengan matsuri. Shinto adalah suatau kepercayaan yang berada di Jepang sebelum masuknya agama Budha. Shinto dalam tulisan Cina terdiri dari dua kata yaitu (shen) yang berarti dewa dan (tao) yang berarti jalan, jadi Shinto diartikan jalan dewa.
     Jepang memiliki bermacam-macam matsuri, seperti Hina Matsuri, Koi no Bori, Tanabata dan Gion Matsuri. Salah satu matsuri yang terkenal adalah Gion matsuri, yang dilaksanakan di Kyoto dan telah dilaksanakan sejak tahun 869 karena pada saat itu Jepang sedang terserang wabah penyakit. Festival tersebut masuk dalam tiga yang terbesar di Jepang dan di antaranya Kanda Matsuri di Tokyo dan Tenji Matsuri di Osaka. Dahulu kala Gion disebut dengan Giononryoue mempunyai arti acara penggantaran roh-roh orang yang sudah meninggal (Saireigyouji, Kyoto1978, 33). Giononryoue berubah nama menjadi Gion Matsuri karena Matsuri ini di laksanakan untuk menghormati Susano O mikoto atau dengan nama lain Gion.


A.    Festival apa saja yang ada di jepang?
B.     Bagaimana keterkaitan festival dengan hal lain?
C.     Bagaimana festival yang diterapkan di Jepang
























BAB II

PEMBAHASAN

     Matsuri menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk Kami, berasal dari kata ‘matsuru’ (menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Menurut Sonoda Minoru, matsuri adalah bentuk noun verb matsuru atau matsurau, kata yang berarti “to serve one’s superior with respect’. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri, yaitu penyucian, persembahan, pembacaan doa, dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.
     Kata “matsuri” juga berarti festival dan aksara kanji untuk matsuri (, matsuri) dapat dibaca sebagai ‘sai’, sehingga dikenal istilah seperti Eiga-sai (festival film), Sangyō-sai (festival hasil panen), Ongaku-sai (festival musik) dan Daigaku-sai (festival yang diadakan oleh universitas). Sehingga secara umum diartikan sebagai festival, perayaan, atau hari libur perayaan. Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, atau hanya sebagai wacana dan tanpa makna religius.
     Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal.
     Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Namun nilai-nilai yang terkandung dalam tiap matsuri dapat kita rangkum menjadi dua inti.
     Pertama, dari sisi religius yaitu matsuri merupakan dinamika keagaamaan atau hubungan manusia dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya atau dewa-dewa, roh leluhur, dan kekuatan mistis tertentu. Kedua, matsuri merupakan alat penyatu masyarakat sebagai kelompok sosial ditengah-tengah kehidupan masyarakat Jepang.
     Beberapa sumber tulisan menyatakan perayaan yang ada di Jepang saat ini berasal dari perayaan-perayaan di Nepal. Penyebaran agama Budha dari Nepal, lalu ke China, hingga ke Jepang menjadi benang merah dalam sejarah beberapa perayaan di Jepang. Beberapa festival telah mengalami perubahan besar karena dipengaruhi adat-istiadat setempat. Beberapa yang berbeda sangat jauh dari perayaan aslinya, meski tetap dinamakan dan dilaksanakan pada waktu yang sama. Contoh perayaan yang sama seperti di Jepang saat ini yaitu ‘Machendra Jatra’ dan ‘Indra Jatra’. Namun dalam hal ini, penulis belum menemukan beberapa referensi yang lebih rinci membahas pendapat ini disebabkan kurangnya pembahasan atau penelitian yang dilakukan terkait penyebaran budaya dari Nepal ke Jepang.

Ganjitsu merupakan hari pertama tahun baru, sedangkan pagi pertama tahun baru disebut gantan. Ganjitsu merupakan perayaan menyanbu ‘Kami’ atau jiwa baru. Masyarakat Jepang percaya apabila kita menyambut kami maka nasib buruk akan datang pada kita. Perayaan tahun baru ini sama saja dengan di Negara lain namun, perbedaannya tahun baru di Jepang berlangsung dari tanggal 1 hingga 3 Januari. Di Jepang 3 hari pertama tahun baru disebut dengan shōgatsu, biasanya para karyawan akan melakukan cuti bersama namun, masyarakat Jepang selama 3 hari akan melakukan tradisi  mengunjungi kuil – kuil Shinto (hatsumōde), mengunjungi kerabat dengan menggunakan kimono, serta menikmati sake. Pada perayaan tahun baru ini ada makanan khas yang dapat dinikmati hingga batas waktu yang lama yang disebut dengan osechi ryouri. Pada malam tahun baru masyarakat Jepang memiliki tradisi untuk makan soba (tashikoshi soba)Lalu menjelang pergantian tahun genta yang terdapat di kuil akan dipukul tradisi ini disebut dengan joya no kane, genta akan dipukul sebanyak 108 kali hal ini dilakukan untuk menghalau 108 jenis nafsu jahat yang dapat meengganggu kehidupan kita. Osechi terdiri dari Sup zōni dari kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran. Osechi ini biasanya sudah dimasak beberapaa hari sebelum perayaan tahun baru ini tiba, osechi diatur di dalam kotak yang bersusun yang terbuat dari kayu yang disebut dengan jūbako.Osechi dapat dipesan di swalayan – swalayan. Lauk yang terdapat di osechi biasanya lauk yang manis dan asin. Pada perayaan tahun baru ini ibu rumah tangga akan libur memasak sehingga osechi sangat membantu mengurangi kesibukan ibu. Ikan yang dimasak untuk osechi berbeda – beda menurut daerahnya. Di Jepang bagian timur digunakan ikan salem sedangkan di Jepang bagian barat digunakan ikan sunglir (buri). Beberapa daerah juga memiliki masakan khas yang tidak bisa dinikmati di tempat lain. Daerah Kansai memiliki masakan khas berupa ikan cod kering (bōdara) yang dimasak dengan gula pasir dan shōyu. Selain itu dalam rangka menyambuttahun baru di Jepang terdapat tradisi menumbuk mochi ( mochitsuki ). Ketan akan dimasukkan ke dalam lesung yang akan ditumbuk dengan alu. Menumbuk mochi ini dilakukan oleh dua orang yang mana satu orang bertugas untuk menumbuk, dan yang satu bertugas membolak – balikan ketan dengan tangan yang sudah dibasahi. Mochi ini dapat digunakan sebagai pengganti nasi, sealin itu dapat digunakan sebagai hiasan tahun baru yang disebut kagami mochi.
     Pada perayaan tahun baru layaknya perayaan tahun baru di setiap negara, di Jepang juga terdapat tradisi saling berkiriman kartu pos nengajō, yang akan tiba tepat pada tanggal 1 Januari. Namun, sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim kartu pos tahun baru. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru. Kartu ucapan tahun baru ini setiap tahun pasti memiliki design yang berbeda – beda dari tahun lalu.  Selain berkirim kartu ucapan di Jepang setiap paerayaan tahun baru identik dengan pemberian angpao ( otoshidama ). Sejumlah uang akan dimasukkan ke dalam amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Pada perayaan tahun baru tiap rumah di Jepang akan memajang hiasan athun baru yang disebut dengan kadomatsuKadomatsu adalah rangkaian cabang pohon pinus yang digunakan untuk menghiasi gerbang rumah selama perayaan tahun baru, Rangkaian tersebut juga terdiri dari cabang bambu dan cabang pohon plum. Pohon pinus, bambu, dan plum dianggap sebagai symbol dari keberuntungan yang disebut sho-chiku-bai. Pohon pinus Yang Selalu hijau dianggap sebagai simbol Hidup Yang Panjang. Pohon bambu yang tumbuh meruncing ke atas menyimbulkan suatu kekuatan dan kesabaran. Pohon plum bisa berkembang walaupun pada cuaca yang dingin. Pohon ini digunakan untuk kadomatsu yang melambangkan hidup yang panjang dan kemakmuran. Orang-orang mulai untuk menghiasai rumahnya dengan kadomatsu sekitar tanggal 28 Desember setelah itu hiasan akan diambil tanggal 7 Januari. Waktu penyimpanan kembali tergantung pada daerah masing-masing. Biasanya kadomatsu dipasang secara simetris di bagian depan rumah dengan bendera Jepang. Beberapa tahun belakangan ini banyak keluarga yang tidak lagi menghiasi rumahnya dengan kadomatsu pada perayaan tahun baru. Bagi sebagian orang, tahun baru belum berakhir sampai tanggal 
20 Januari yang disebut hatsuka shōgatsu  yaitu tahun baru tanggal 20, saat semua hiasan tahun baru sudah harus disimpan. Di daerah Kansai, Hatsuka shōgatsu dikenal sebagai honeshōgatsu yaitu tahun baru tulang karena biasanya pada hari tersebut, ikan masakan tahun baru sudah habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.



     Setsubun adalah tradisi yang dilaksanakan sehari sebelum pergantian musim di Jepang. Sesungguhnya setsubun dirayakan setiap pergantian musim, tetapi mulai dari zaman Edo hingga sekarang, setsubun hanya dirayakan untuk pergantian musim dari musim dingin ke musim semi. Jadi dapat dikatakan setsubun adalah tradisi sehari sebelum hari pertama musim semi. Tetapi setsubun ini bukan merupakan hari libur atau tanggal merah, orang tetap bekerja seperti biasa. Pada tahun ini setsubun dirayakan pada tanggal 3 February. Pada hari setsubun ini, orang Jepang melakukan tradisi mengusir setan dari rumah dan membawa keberuntungan ke dalam rumah.
     Tradisi ini biasanya seorang laki-laki berperan sebagai setan dengan menggunakan topeng setan dan orang yang ada di rumah melemparkan kacang kedelai ke pemeran setan tersebut. Sambil melempar kacang orang tersebut mengucapkan “Oni wa soto, Fuku wa uchi” yang artinya “Setan ke luar, keberuntungan ke dalam” hingga pemeran setan tersebut keluar dari rumah. Pada tradisi ini, karena musim semi di identikan dengan tahun baru, orang Jepang mengharapkan keberuntungan akan datang pada musim semi ini.
    Pada zaman sekarang jarang terlihat orang melakukan ritual tersebut, dikarenakan orang sibuk bekerja dan tidak memiliki waktu luang untuk melakukannya, mungkin juga karena hari setsubun ini bukanlah tanggal merah jadi orang tetap bekerja seperti biasa. Tetapi di kuil setiap tahun selalu melakukan ritual tersebut, jadi budaya setsubun ini tetap terjaga dan tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat Jepang.
     Selain tradisi mengusir setan tersebut, juga ada tradisi makan sushi “ehoumaki“, arti dari “ehoumaki” itu sendiri adalah “gulungan keberuntungan”. Ehoumaki adalah jenis sushi makizushi (sushi yang di gulung dengan rumput laut) panjang yang tanpa dipotong-potong menjadi kecil. Sesungguhnya ehoumaki ini adalah tradisi yang berasal dari Osaka yang bermula pada akhir zaman Edo hingga tradisi ini meluas dan menjadi bagian tradisi setsubun di seluruh Jepang hingga sekarang. Ehoumaki ini berisi 7 macam bahan sushi yang dianggap membawa keberuntungan. Saat makan ehoumaki, harus menghadap ke arah mata angin yang sudah ditentukan setiap tahun nya, dan tidak boleh berbicara hingga satu gulung itu habis di makan.
     Karena tradisi makan ehoumaki ini mudah dilakukan, masih banyak orang yang melakukannya. Untuk menghindari kehabisan ehoumaki, sebulan sebelum setsubun, ehoumaki ini dapat di pesan di supermarket maupun di minimarket, dan pada hari setsubun sudah dapat diterima.
     Pada hari setsubun ini, saya mencoba ehoumaki, saya membeli nya di minimarket dekat rumah saya. Rasa ehoumaki ini sama seperti jenis sushi makizushi tetapi karena tidak di potong jadi terlihat lebih besar.

banner-osaka-tenjin-firework.png


     Tenjin Matsuri diadakan di Osaka, dan dipusatkan di Kuil Tenmangu di kawasan Tenma Osaka, Osaka.Festival yang sudah diselenggarakan selama hampir 1000 tahun ini diselenggarakan untuk mengenang Sugawara-no-Michizane. Selama festival ini berlangsung, jalanan kota Osaka berubah menjadi parade dengan puluhan ribu orang yang menari dan memainkan boneka tradisional.
     Festival ini dimulai dengan upacara di dalam kuil Tenmangu pagi hari, lalu para pendeta akan melemparkan pedang suci ke sungai dari atas jembatan. Selanjutnya, parade akan dimulai dengan beberapa orang yang membawa mikoshi (kuil berukuran mini) yang dipercaya menjadi kediaman Kami/ roh leluhur. Parade akan berkeliling kota bersama dengan penduduk kota yang menari bersama-sama. Sore harinya, mikoshi akan dibawa kembali lagi ke kuil.
     Hari kedua festival dimulai jelang sore hari. Mikoshi akan dibawa berkeliling kota kembali melalui jalan Kota Osaka, lengkap dengan para penari dan musik-musik tradisional. Setelah berkeliling di jalanan kota, kemudian parade dilanjutkan di di Sungai Okawa menjelang malam. Teman-teman bisa ikut naik perahu atau tetap mengiringi dari pinggir sungai. Sekitar pukul 9 malam parade selesai yang ditandai dengan acara kembang api yang megah.











     Pada zaman kuno, perayaan setsubun adalah perayaan tahunan di istana kaisar. Menurut buku Engishiki, berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka yang dibuat berbentuk seperti anak-anak dan sapi.
     Tradisi mengusir Oni di hari setsubun konon berakar dari upacara Tsuina yang dikenal sejak zaman Heian. Upacara Tsuina berasal dari daratan Tiongkok dan dilakukan pada hari terakhir dalam setahun menurut kalender Tionghoa.
     Di zaman modern, berbagai tradisi kuno setsubun lenyap digantikan tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sardin yang ditusuk dengan ranting pohon hiiragi di pintu masuk rumah pada saat senja di hari setsubun. Di beberapa daerah di Jepang, orang menggantung kepala ikan sardin dan ranting pohon hiiragi di atas pintu rumah. Tradisi tersebut dilakukan untuk mengusir oni yang dipercaya lahir pada hari setsubun.
    Kacang yang sudah disangrai matang dilempar-lemparkan ke arah pemeran "oni". Tradisi melempar kacang merupakan perlambang keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Oni korban lemparan kacang dipercaya akan lari karena kesakitan. Orang juga memakan kacang kedelai dalam jumlah yang sama dengan usia orang tersebut.
    Tradisi setsubun adalah perpaduan upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari tradisi Tiongkok dan upacara Mamemaki (melempar kacang) yang memiliki tujuan mirip-mirip di kuil agama Buddha dan Shinto. Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kedelai, tetapi sering diganti dengan kacang tanah.
     Kacang dilempar-lemparkan sambil mengucapkan mantera "Oni wa soto, fuku wa uchi" (Oni ke luar, keberuntungan ke dalam). Di beberapa daerah yang memiliki kuil yang dipercaya ditinggali oni, mantera dibalik menjadi "Oni wa uchi, fuku wa soto (Oni ke dalam, keberuntungan ke luar)," atau kedua-duanya diminta masuk ke dalam. Di rumah yang ditinggali orang yang memiliki nama keluarga dengan aksara kanji "Oni"  seperti "Onizuka" atau "Kitō," mantera juga tidak mengusir "Oni" ke luar.
     Beberapa pekan menjelang hari setsubun, toko-toko swalayan mulai menjual kacang keberuntungan (fukumame) di tempat strategis yang mudah dilihat pembeli. Kacang dijual dengan bonus topeng bergambar Oni untuk dipakai bapak/ibu atau anggota keluarga yang berperan sebagai oni, sekaligus sasaran lemparan kacang anak-anak di rumah.
    Di sekolah-sekolah dasar, upacara melempar kacang dilakukan murid berusia 12 tahun. Anak-anak yang berusia 12 tahun memiliki shio yang sama dengan shio untuk tahun itu. Kuil agama Buddha dan Shinto yang bekerjasama dengan taman kanak-kanak dan tempat penitipan anak mengadakan upacara melempar kacang oleh chigo (anak-anak kecil yang dirias) dan miko (pelayan wanita). Kuil besar mengadakan acara melempar kacang yang dilakukan atlet dan orang terkenal. Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap atau dipungut.






Hasil gambar untuk sekolah di jepang yang menerapkan festival setsubun
     Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa setsubun merupakan perayaan yang dilakukan untuk mengusir roh jahat. Nah untuk mengusir roh jahat ini, dilakukan ritual mamemaki, yaitu kegiatan melempar kacang kedelai yang sudah dibakar/dipanggang ke luar pintu rumah dan juga keanggota keluarga yang yang berperan sebagai oni (setan), sambil mengatakan: Oni wa soto! Fuku wa uchi! yang artinya “Kesialan pergi, keberuntungan datang!” dan kemudian menutup pintu dengan keras. Peran oni ini dilakukan dengan menggunakan topeng dan pakaian yang menyerupai roh jahat. Biasanya dilakukan oleh toshiotoko yaitu sang kepala rumah tangga atau laki-laki yang shio-nya sama dengan tahun baru kalender China.
     Setelah kegiatan melempar kacang ke arah oni, kacang tersebut diambil kembali kemudian setiap anggota keluarga memakannya sesuai dengan jumlah umur masing-masing. Hal ini dipercaya dapat membawa keberuntungan. Setelah selesai melakukan mamemaki, kebanyakan orang jepang pergi mengunjungi kuil untuk sekedar berdoa.
     Perayaan setsubun ini dilakukan di seluruh penjuru Jepang. Selain di rumah, perayaan setsubun juga dilakukan di kuil-kuil dan diikuti oleh banyak orang. Ada juga anak-anak sekolah yang merayakannya di sekolah, dan beberapa sekolah juga mengundang orang tuanya untuk ikit serta merayakannya di sekolah.











Hasil gambar untuk makanan sushi pada saat setsubun



     Musim Semi menandakan sebuah awal baru tahun dan merupakan session yang penting bagi Jepang yang berorientasi budaya pertanian. Arti Jepang Setsubun berarti “pergantian musim" dan bahwa tanggal 3 Februari setiap tahun adalah hari pertama musim semi (Risshun) dalam kalender lunar. Bagi banyak keluarga saat ini, terutama ada dua cara merayakan Setsubun; menyantap Eho-Maki (Sejenis Sushi Roll) dan mempraktekan Mame-Maki.
     Berasal di daerah Kansai, Eho-Maki adalah sushi roll besar yang penuh dengan 7 bahan yang mewakili "7 Dewa Beruntung" dalam budaya Jepang. 7 bahan biasanya termasuk telur, belut, jamur shiitake, mentimun, benang daging, wortel dan kanpyo (labu kering). Beberapa bahan mungkin berubah tergantung di mana kamu membelinya dan preferensi pribadi. Kamu dapat membeli Eho-Maki di banyak tempat dan bahkan dari toko kombini Sekarang kamu sudah punya Eho-maki, bagaimana cara memakannya? Cara yang tepat untuk makan Eho-maki agak sulit. Pertama, kamu perlu mencari arah terbaik tahun ini dan untuk tahun 2017, itu adalah NNW (North North West/ Utara Barat Laut). Mudah menemukan arah dengan menggunakan kompas dan kamu bisa menyantap Eho-Maki dengan menghadap arah tersebut. Kedua, kamu perlu makan sushi roll tersebut ranpa dipotong karena Eho-Maki melambangkan keberuntungan dan memotong dengan pisau berarti memotong keberuntungan dan sambal kamu makan, kamu perlu untuk tetap diam sampai kamu menyelesaikan seluruh sushi roll. Untuk anak-anak atau orang-orang yang tidak memiliki selera makan yang besar sepertinya susah untuk menyelesaikan seluruh sushi roll tersebut, Hoso-Maki (sushi roll tipis) bisa menjadi alternatif.




     Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal.

     Festival di Jepang sangat banyak dan sangat menarik. Tetapi banyak yang tidak bisa melakukan festival tersebut karena terhalang oleh pekerjaan atau kesibukan lainnya. Saran saya agar masyarakat bisa memanage waktu agar festival tidak luntur.














































MAKALAH FESTIVAL DI JEPANG MAKALAH FESTIVAL DI JEPANG Reviewed by hardware di satu pc on Januari 30, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.